DECEMBER 9, 2022
  • DECEMBER 9, 2022
  • Chicago 12, Melborne City, USA

Potensi Pohuwato

Sejarah terus berputar ketika kemudian manusia bergulat dengan waktu dan ruang tempatnya hidup. Dan, di jazirah Gorontalo sebelah barat, terjadi sebuah pergulatan unik yang melahirkan apa yang kemudian disebut sebagai Kabupaten Pohuwato.

Jauh sebelum hari ini, yakni pada tahun 1898, Witcamp seperti juga yang lain, menyebut lingkungan wilayah ini sebagai distrik Paguat, yang berada dibawah onder afdeling Gorontalo. Wilayah ini merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan dianugerahi kesuburan tanah. Hasil pertanian sama melimpahnya dengan hasil tambang sehingga banyak pihak melirik wilayah ini.

Salah satu dari pihak yang menikmati kekayaan alam wilayah ini adalah sebuah maskapai Belanda yang bernama Syndicate Paguat yang dipimpin Mr. J. P. Sprenger Van Eijk (Witkamp,1898). Konon, perusahaan ini memutar kapital senilai tidak kurang dari f 1.200.000 sebuah jumlah yang sangat besar (Witkamp,1898). Maskapai lain, Minjbouw-Maatscha PPIJ Tilamuta dibawah direksi Reiss & Co, dengan Komisaris antara lain Jhr A. A. A. Plaos Van Amstel bahkan mengoperasikan kapital senilai f. 150.000. Besarnya modal yang ditanam diwilayah ini menunjukkan potensi besar yang tersimpan dalam wilayah ini. Tidak ada perusahaan yang bersedia menanamkan modal hanya untuk mendapat kerugian. Sesuai kodratnya setiap perusahaan pastilah menginginkan profit dari setiap rupiah yang diinvestasikannya.

Wujudkan Harapan

Adalah wajar jika masyarakat disini selalu dan terus merindukan hidup yang lebih sejahtera. Dengan kelimpahan hasil pertanian dan hasil tambang yang ada dibuminya, maka wajar jika rakyat menginginkan hal semacam itu. Justru akan tidak wajar ketika masyarakat yang hidup diatas tanah yang subur dan kaya bahan tambang menderita kekurangan dan kemiskinan. Hidup dibumi yang kaya dan dapat memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya adalah keinginan dan hasrat setiap manusia, maka wajar jika kemudian rakyat diwilayah ini menginginkan berdirinya sebuah pemerintahan yang dapat menjamin kesejahteraan rakyat.

Harapan menjadi sebuah daerah yang otonom akhirnya dapat terwujud di wilayah bagian barat Gorontalo, dengan dimekarkannya Kabupaten Gorontalo menjadi dua daerah yakni Kabupaten Gorontalo menjadi induk dan Kabupaten Boalemo sebagai daerah pemekaran, terdiri dari lima kecamatan sebagaimana dalam pasal 3 dalam Undang-undang Nomor 50 Tahun 1999, yakni Kecamatan Paguyaman, Tilamuta, Paguat, Marisa dan Popayato. Sementara dalam pasal 5 batas wilayah Kabupaten Boalemo, sebelah utara berbatasan dengan Sumalata, Kabupaten Gorontalo dan Sulawesi Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo, sebelah selatan dengan Teluk Tomini dan sebelah barat dengan Sulawesi Tengah.

Polemik Ibukota

Dalam Undang-Undang ini yang menjadi pasal krusial adalah pasal 7 dan 8. Pasal 7 disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Boalemo berkedudukan di Tilamuta, sementara dalam pasal 8 disebutkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak diresmikannya Kabupaten Boalemo, kedudukan kota dipindahkan ke Marisa. Kedua pasal ini menjadi polemik, sekaligus menjadi sebuah dilema, bahkan dianggap sebagai “bom waktu” yang bisa memicu perpecahan dalam masyarakat di wilayah yang baru saja dimekarkan ini.

Seiring berjalannya waktu wacana pemindahan kota semakin gencar diwacanakan oleh masyarakat Marisa yang juga mendapat dukungan dari masyarakat Paguat dan Popayato. Wacana ini menimbulkan beberapa insiden di kalangan masyarakat. Sejak terbentuk sampai terpilihnya Bupati secara definitif dan terbentuknya DPRD Kabupaten Boalemo permasalahan ini selalu menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat bawah sampai kalangan atas. Sehingga muncullah upaya-upaya yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tidak setuju dengan munculnya Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1999.

Untuk menindak lanjuti pemindahan kota kabupaten ke Marisa, maka beberapa perwakilan masyarakat berangkat ke Jakarta yaitu Tasrif Haras, Since Kadji, Arpan Tangoi, Zakaria Utiarahman, Haris Nusa, Delbar Hunou, Stenly Ladiku, Nasir Giasi, ikut bergabung dengan tim, Iwan Adam yang merupakan penghubung informasi di Jakarta. Segala persiapan yang diperlukan oleh tim termasuk strategi dan pendanaan dikoordinasikan serta difasilitasi oleh Rizal Yunus, Adnan Mbuinga, Syarif Mbuinga.

Kepulangan Tim dari Jakarta membuat permasalahan semakin memuncak, terhembus isu-isu yang provokatif dalam masyarakat bahwa upaya yang dilakukan oleh masyarakat Marisa datang ke Jakarta untuk mempercepat pemindahan kota ke Marisa. Sehingga masyarakat Tilamuta melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan kedudukan kota tetap berada di Tilamuta dengan berbagai alasan sesuai dengan pasal 7 bahwa kedudukan kota kabupaten berada di Tilamuta.

Seiring bergulirnya waktu, isu pemindahan kota semakin gencar bertiup di tengah-tengah masyarakat Marisa dan kecamatan lain di wilayah ini. Berbagai kesempatan dimanfaatkan untuk terus berupaya agar pasal 8 Undang-Undang Nomor 50 ini segera diwujudkan oleh pemerintah. Melalui wakil-wakil rakyat terutama dari daerah pemilihan Paguat, Marisa, Lemito dan Popayato mengambil kesempatan dalam sidang Paripurna ke IV tahun 2001 yang saat itu dipimpin oleh Nizam Dai. Hal ini diperkuat oleh padangan dari Fraksi Bintang Perjuangan dengan tegas menyampaikan pandangannya bahwa Dewan segera mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan perintah Undang-Undang yakni memindahkan ibukota kabupaten ke Marisa.

Mulai saat itu ditempuh beberapa cara untuk mencoba melakukan revisi Undang-Undang, maka berangkatlah seluruh anggota DPRD Kabupaten Boalemo ke Jakarta dalam melakukan konsultasi ke Departemen Dalam Negeri serta ke Komisi II DPR RI. Beberapa perwakilan masyarakat dari Marisa juga datang untuk melakukan presure ke DEPDAGRI dan Komisi II DPR RI, agar kiranya penerapan pasal 7 dan pasal 8 ini dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kehadiran perwakilan anggota DPRD Kabupaten Boalemo dan perwakilan masyarakat Marisa ke Jakarta mendapat respon yang positif dari pemerintah pusat. Hal ini dikaitkan dengan kunjungan Tim DPOD dan Komisi II DPR RI ke Kabupaten Boalemo.

Pemekaran Kabupaten

Hari Jum’at tanggal 24 Mei 2002 digelar pertemuan dirumah dinas Bupati Boalemo yang dihadiri perwakilan masyarakat Tilamuta maupun masyarakat Marisa, hadir pula Tim DPR RI, Gubernur Gorontalo, Bupati Boalemo dan beberapa anggota DPRD Propinsi Gorontalo, anggota DPRD Boalemo.

Melalui beberapa rapat kecil baik dari pihak masyarakat Tilamuta maupun masyarakat Marisa terdapat beberapa polemik yang muncul antara lain pemindahan ibukota, Tilamuta menjadi sebuah kota, atau Marisa menjadi sebuah kota. Opsi lainnya yaitu pemekaran kabupaten di mana Marisa menjadi Kabupaten dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 1999 dan Kabupaten Boalemo menjadi kabupaten baru. Dalam artian polemik ini yang menjadi kabupaten induk adalah Boalemo dengan ibukota Tilamuta atau sebaliknya Kabupaten Pohuwato dengan ibukota Marisa. Kemungkinan lainnya Kabupaten Boalemo mekar menjadi Kabupaten Boalemo dengan ibukota Tilamuta dan kabupaten baru dengan ibukota Marisa. Opsi-opsi tersebut juga memunculkan polemik baru antara lain tentang aset-aset serta perangkat daerah yang sudah ada di Kabupaten Boalemo setelah pindah ke Marisa, maka seluruh aset serta perangkat pemeritahan akan dialihkan menjadi aset pemerintah Boalemo di Marisa.

Beberapa polemik ini dibahas dalam pertemuan namun dengan semangat penuh kekeluargaan, keterikatan suku merupakan suatu perekat dalam mengurai perbedaan yang ada, maka muncullah gagasan-gagasan yang dituangkan dalam sebuah kesepakatan bersama yang berisi bahwa :

  • Kabupaten Boalemo disepakati dimekarkan menjadi Kabupaten Boalemo dengan ibukota Tilamuta dan Kabupaten Pohuwato dengan ibukota Kecamatan Marisa.
  • Kabupaten Boalemo meliputi Kecamatan Mananggu, Kecamatan Tilamuta, Kecamatan Dulupi, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Paguyaman dan Kabupaten Pohuwato meliputi Kecamatan Popayato, Kecamatan Lemito, Kecamatan Randangan, Kecamatan Marisa serta Kecamatan Paguat.
  • Sebelum keluar Undang-Undang baru, maka Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1999 masih diberlakukan dengan ibukota Kabupaten Boalemo masih berada di Tilamuta.
  • Kabupaten Boalemo sesuai Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1999 disepakati berubah nama menjadi Kabupaten Pohuwato dengan ibukota Marisa.

Kenapa,POHUWATO?

Pemilihan nama kabupaten baru dalam pertemuan tersebut berdasarkan usulan dari beberapa perwakilan masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut. Beberapa nama calon kabupaten yang muncul antara lain Omayuwa, Gorontalo Barat, Patilanggiyo dan Pohuwato. Pemilihan Pohuwato sebagai nama calon kabupaten baru berdasarkan berbagai pertimbangan historis. Alasan historis bahwa Kecamatan Paguat yang pada masa lalu yang terbentang dari Paguat sampai Popayato saat ini merupakan kecamatan yang dialek Gorontalonya adalah Pohuwato, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Pohuwato (Paguat) menjadi onder distrik Paguat karena orang-orang Belanda sangat sulit mengucapkan kata Pohuwato, digantilah nama Pohuwato ini menjadi Paguat.

Pohuwato yang dalam bahasa Gorontalo mengandung beberapa pengertian; Le Huato (tertabrak, menabrak), Huwa-huato (melakukan perjalanan panjang) sehingga kata Pohuwato merupakan perjalanan Muhibah atau merupakan perjalanan yang mulia atau juga dalam perjalanan dalam niat baik, alasan ini sangat memadai untuk dijadikan nama calon kabupaten.

Dengan suara yang bulat, dipililah nama Pohuwato menjadi nama kabupaten baru dan hal ini menjadi pertimbangan Tim DPOD untuk dibahas di Jakarta. Hasil kesepakatan ini pula yang dituangkan kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh perwakilan masyarakat Marisa diwakili oleh Uns Mbuinga, Nasir Giasi, Abd. Karim Mbuinga, Hamka Nento, Since Kadji, sementara dari pihak Tilamuta diwakili oleh Lahmudin Hambali, Herman Bater, Rustam Saidi, Sunaryo Abas dan Fendy Mopangga.

Berawal dari kesepakatan bersama antara semua pihak ini, semangat merajut impian masa depan mulai menyingkirkan perbedaan-perbedaan yang ada. Gagasan untuk tetap bersama dan bersatu mulai ditindak lanjuti dengan berbagai kesepakatan.

Kabupaten Pohuwato, Resmi Ditetapkan

Seluruh upaya telah dilaksanakan dalam mewujdkan sebuah harapan yang menjadi impian sejak awal untuk mewujudkan daerah yang mandiri dan otonom. Akhirnya seluruh perjuangan membuahkan hasil yang maksimal serta merupakan solusi yang bijak guna menhindari konflik yang dikhawatirkan semua pihak. Pada tanggal 25 Februari 2003 masyarakat Marisa menyaksikan sidang Paripurna DPR RI tentang pengesahan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Pohuwato di Propinsi Gorontalo.

Undang-Undang ini ditanda tangani oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri. Undang-Undang ini didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain ;

  • bahwa untuk memacu kemajan Propinsi Gorontalo pada umumnya, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelengaraan pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
  • bahwa dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainya dipandang perlu;
  • bahwa dengan pembentukan kabupaten sebagaimana tersebut dalam poin diatas, akan dapat mendorong peningkatan pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah